Korupsi, kolusi,dan nepotisme
merupakan tiga kata yang telah terlanjur berakar tumbuh dan mekar di Indonesia.
Pada zaman orde baru dulu, aktivitas KKN bisa dikatakan masih memiliki sopan
santun dan tata krama, karena pada saat itu para pelaku KKN menjalankan
aktivitasnya secara sembunyi-sembunyi. Namun saat ini, Ibu Pertiwi benar-benar
pantas untuk menangis. Para pejabat, polisi serta oknum-oknum di instansi negara ini tanpa rasa malu mengumbar
prilaku bejat mereka di depan umum. Suap menyuap, pemanfaatan jabatan, serta
kejahatan-kejahatan yang lain sudah menjadi hal yang wajar bagi pemerintah dan
masayarakat kita, dengan alasan tahu sama tahu prilaku-prilaku bejat tersebut
terus tumbuh dan berkembang tanpa bisa terkendali. Memang di negeri ini sudah
cukup banyak orang pintar, namun kepintaran dan pengetahuan mereka juga
berbanding lurus dengan merosotnya moral masyarakat Indonesia. Sehingga negeri
ini benar-benar hancur hampir di semua lini.
Beberapa hari yang lalu kebanggaan ku
terhadap birokrasi di salah satu instansi pemerintah Lamongan, tepatnya Polres
Lamongan luntur dan luluh lantak. Bagaimana tidak, dulu ketika aku menjalani
proses pembuatan SIM C aku sempat dibuat bangga bukan main, karena pada saat
itu aku tidak berhasil mendapatkan SIM dari Polres karena aku gagal di sesi tes
yang kedua yakni tes praktek. Meski gagal namun aku tetap bangga, karena di
kota kelahiranku yang tercinta masih ada instansi yang tetap bisa menjunjung
tinggi profesionalitas dan kejujuran. Namun, tepat pada tanggal 5 September
2011 ketika aku hendak mengulang tes praktek yang dulu pernah gagal,
kepercayaanku kepada mereka sirna sudah. Karena pada saat itu dengan mata
kepalaku sendiri, dua penjaga yang bertugas sebagai pengawas tes praktek yang dulu
juga mengawasiku melakukan tindakan yang sangat memalukan sekaligus sangat
mencoret nama baik Polres Lamongan. Mereka berdua secara terang-terangan telah
melakukan KKN dengan cara menerima beberapa amplop dari orang yang hendak
membuat SIM. Tidak sampai di situ saja, mereka juga secara terang-terangan
melakukan tes praktek palsu(formalitas) kepada peserta. Hal itu dibuktikan
dengan pemberian stempel “LULUS” di atas berkas para peserta padahal para
peserta belum melakukan tes praktek. Lebih parah lagi, dari sekian peserta yang
melakukan tes formalitas tersebut, mayoritas belum bisa mengendarai motor
dengan baik dan benar karena berulang kali dari mereka jatuh bangun, padahal
kalo sesuai aturan jika peserta tes praktek jatuh atau menginjakkan kakinya di
tanah maka peserta tersebut telah diklaim gagal dan harus mengulang tes praktek
seminggu lagi. Namun kenyataannya mereka tetap diluluskan oleh para maling
berbaju polisi tersebut. Maka pantas saja kecelakaan pada para pengguna motor
selalu meningkat tiap tahun karena seseorang yang seharusnya belum lulus tes
untuk mendapatkan SIM secara tidak legal telah mendapatkan SIM dengan modal
hanya beberapa lembar rupiah untuk membungkam kerakusan para polisi di
Indonesia.
Sungguh
memang sudah sangat kompleks penyimpangan moral di Indonesia ini, namun
setidaknya sebagai mahasiswa muslim marilah kita bersama-sama membangun
idealisme kejujuran itu mulai dari diri kita sendiri. Paling tidak calon
penjahat dan pelaku KKN berkurang satu orang, yakni kita sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar